Beranda | Artikel
Haramnya Daging Anjing
Rabu, 13 Mei 2020

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membatasi makanan halal dengan menyebutkan jenis-jenisnya. Sedangkan pada makanan yang haram Allah memberikan batasan-batasan dengan menyebutkan jenis-jenisnya atau kaidah-kaidahnya. Artinya, seluruh makanan dan minuman yang ada di bumi itu asalnya halal kecuali beberapa jenis saja. Allah Ta’ala berfirman, menghalalkan makanan dan minuman secara umum,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِين

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al A’araf: 31).

Lalu Allah Ta’ala dalam Al Qur’an dan juga melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam, menyebutkan beberapa jenis dan beberapa kaidah makanan yang diharamkan dalam syariat. 

Dan di antara makanan yang diharamkan dalam syariat adalah daging anjing.

Dalil-dalil haramnya daging anjing

Daging anjing haram dimakan, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Diantaranya dalilnya, dari Aisyah radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خمسٌ فَواسِقُ، يُقتَلنَ في الحرمِ، الفأرةُ، والعَقرَبُ، والحُدَيَّا، والغُرابُ، والكلبُ العَقورُ

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di tanah haram: tikus, kalajengking, burung buas, gagak dan anjing” (HR. Bukhari no. 3314).

Dalam riwayat lain:

خمسٌ فواسقٌ يُقتلْنَ في الحلِّ والحرمِ : الحيةُ ، والغرابُ الأبقعُ ، والفارةُ ، والكلبُ العقورُ ، والحُدَيَّا

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di luar tanah haram maupun di dalamnya: ular, gagak, tikus, anjing, dan burung buas” (HR. Muslim no. 1198).

Dalam hadits disebutkan lafadz al kalbul ‘aquur. Dijelaskan oleh Al Baihaqi rahimahullah:

الكلب العقور فقيل : هو الكلب المعروف ، وقيل : كل ما يفترس ؛ لأن كل مفترس من السباع يسمى كلبا عقورا في اللغة

Al kalbul ‘aquur adalah salah satu jenis anjing yang ma’ruf. Sebagian ulama mengatakan: al kabul ‘aquur artinya semua binatang yang bertaring. Karena semua binatang buas yang bertaring disebut kalbun ‘aquur dalam bahasa Arab” (Ma’rifatus Sunan, 7/473).

Karena anjing disebut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai hewan fasiq, maka hukumnya haram memakannya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitab Al Irsyad menyebutkan salah satu kaidah makanan haram adalah, “Binatang yang diperintahkan syariat untuk membunuhnya dan dinamai sebagai hewan fasiq” (Al Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, hal. 305-306).

Para ulama juga mengharamkan daging anjing berdalil dengan hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

نهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن كلِّ ذي نابٍ من السِّباعِ . وعن كلِّ ذي مِخلَبٍ من الطيرِ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang makan binatang buas yang memiliki taring dan setiap burung buas yang memiliki cakar” (HR. Muslim no. 1934).

Demikian juga mereka berdalil dengan hadits dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثَمنُ الكَلبِ خَبيثٌ

“Hasil penjualan anjing itu kotor” (HR. Muslim no. 1568).

Hadits ini melarang jual-beli anjing. Andaikan daging anjing boleh dimakan maka akan dibolehkan jual-belinya.

Baca Juga: Hukum Anjing Laut Dan Babi Laut

Pendapat para ulama tentang keharaman anjing

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah disebutkan:

يرى جمهور الفقهاء حرمة أكل لحم كلّ ذي نابٍ يفترس به‏,‏ سواء أكانت أهليّةً كالكلب والسّنّور الأهليّ‏,‏ أم وحشيّةً كالأسد والذّئب‏

“Jumhur fuqaha berpendapat haramnya memakan daging semua binatang yang memiliki taring untuk berburu. Baik itu binatang jinak seperti anjing dan kucing, atau binatang liar seperti singa dan serigala”.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan:

وَمِنْ ذَلِكَ الْكَلْبُ: فَإِنَّ أَكْلَهُ حَرَامٌ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ، وَعَنْ مَالِكٍ قَوْلٌ ضَعِيفٌ جِدًّا بِالْكَرَاهَةِ

“Diantara hewan yang haram dimakan adalah anjing. Anjing dilarang untuk dimakan menurut jumhur ulama. Ada pendapat Imam Malik yang memakruhkan namun ini pendapat yang lemah” (Adhwa’ul Bayan, 2/303).

Dalam madzhab Maliki sendiri pendapat yang kuat adalah haramnya daging anjing. Dijelaskan oleh Ad Dasuqi dalam Asy Syarhul Kabir:

الَّذِي حَصَّلَهُ الحطاب فِي الْكَلْبِ قَوْلَانِ: الْحُرْمَةُ, وَالْكَرَاهَةُ, وَصَحَّحَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ التَّحْرِيمَ

“Yang disimpulkan oleh Al Hathab tentang daging anjing (dalam madzhab Maliki) ada dua pendapat: haram dan makruh. Ibnu Abdil Barr merajihkan pendapat haramnya”.

Sehingga haramnya daging anjing adalah pendapat 4 madzhab fikih. Tidak ada keraguan tentang keharamannya. 

Baca Juga: Jika Anjing Menjilat Selain Bejana, Apakah Dicuci 7 Kali?

Syubhat orang yang menghalalkan anjing

Sebagian orang menghalalkan daging anjing dengan alasan bahwa tidak ada ayat di dalam Al Qur’an yang mengharamkan daging anjing. Menurut mereka sesuatu baru bisa dikatakan haram jika diharamkan oleh Al Qur’an. Adapun jika hanya diharamkan oleh hadits maka tidak berlaku karena dianggap bertentangan dengan Al Qur’an.

Maka kita jawab secara ringkas dengan dua poin:

Pertama, Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al Hasyr: 7).

Jika mereka benar-benar taat dan mengagungkan Al Qur’an, maka hendaknya mereka menaati ayat ini, yang memerintahkan untuk menaati Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan menjauhi apa yang beliau larang. Dan dalam hadits-hadits yang sudah disebutkan di atas, beliau mengharamkan anjing.

Kedua, hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang shahih adalah sumber hukum yang independen, yang bisa menetapkan hukum dengan sendirinya walaupun tidak ditetapkan oleh Al Qur’an. Karena itulah konsekuensi dari iman bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah utusan Allah.

Dari Al Miqdam bin Ma’di Karib radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ألا إنِّي أوتيتُ الكتابَ ومثلَهُ معَهُ ، ألا يوشِكُ رجلٌ ينثَني شبعانَ على أريكتِهِ يقولُ : عليكمُ القُرآنَ ، فما وجدتُمْ فيهِ من حلالٍ فأحلُّوهُ وما وجدتُمْ فيهِ من حرامٍ فحرِّموهُ

Ketahuilah bahwa aku diberikan Al Qur’an dan sesuatu yang semisalnya (As Sunnah) untuk membersamainya. Ketahuilah, akan ada orang yang bersandar dalam keadaan kekenyangan di atas dipannya, lalu ia berkata: “hendaknya kalian berpegang pada Al Qur’an, yang kalian dapati halal di dalamnya maka halalkanlah, yang kalian dapati haram di dalamnya maka haramkanlah””(HR. Abu Daud no. 4604, Ahmad no. 17174, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).

Dalam riwayat lain terdapat tambahan:

ألا وإنَّ ما حرَّمَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مثلُ ما حرَّمَ اللَّهُ

“Ketahuilah apa-apa yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu semisal dengan apa yang Allah haramkan” (HR. Ahmad no.17194, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah setara dalam hukum, dan As Sunnah jika bersendirian (sunnah istiqlaliyyah) juga merupakan hujjah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewanti-wanti akan adanya orang-orang sesat yang hanya mau berdalil dengan Al Qur’an dan tidak mau berdalil dengan As Sunnah. 

Dan ulama ijma sepakat bahwa adalah hujjah walaupun bersendirian. Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Tidak pernah saya mendengar seorang pun, yang menisbatkan diri pada ilmu atau dianggap berilmu, menentang keyakinan bahwa Allah telah mewajibkan untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan menerima hukum dari beliau” (Jima’ul Ilmi, hal. 11).

Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk menaati Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan meneladani beliau secara mutlaq dan mujmal. Tidak diberi tambahan syarat apapun, sebagaimana perintah Allah untuk menaati Kitabullah. Allah tidak berfirman: (taatilah Rasulullah) jika sesuai dengan Kitabullah. Sebagaimana pendapat sebagian orang yang sesat” (Jami’ Al Ulum wal Hikam, 2/190).

Sehingga jelaskan kekeliruan orang-orang yang menghalalkan daging anjing dengan alasan tidak ada ayat di dalam Al Qur’an yang mengharamkan daging anjing. Walhamdulillah.

Baca Juga:

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama


Artikel asli: https://muslim.or.id/56518-haramnya-daging-anjing.html